Kamis, 20 Januari 2022

Budaya Positif Kegiatan Literasi

Langkah Perubahan melalui Penerapan Budaya Positif dalam Kegiatan Literasi sebagai Perwujudan Merdeka Belajar

Oleh : Popy Susilawati, S.Pd.
CGP Angkatan IV
Kabupaten Karangasem

Latar Belakang

Penerapan budaya positif dapat dilakukan dengan berbagai langkah yang pertama adalah perubahan paradigma. Sebagai salah satu guru penggerak yang mengajar di jenjang SMA, saya meyakini bahwa murid saya setelah tamat akan mulai berinteraksi dengan masyarakat luas guna mewujudkan impiannya baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai mahasiswa. Guna mempersiapkan murid saya terjun ke masyarakat dan memperoleh pekerjaan yang layak, saya memimpikan murid yang memiliki kemampuan literasi serta memiliki profil pelajar pancasila. Dengan terwujudnya murid yang unggul berprofil pelajar pancasila diharapkan nantinya mampu menyesuaikan diri dengan   perkembangan   ilmu   dan   teknologi   serta   sukses   menjadi   pemimpin- pemimpin masa depan sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing dengan memiliki nilai Pelajar Pancasila yang berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya. Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; dan 6) Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan. Impian saya tentang murid masa depan ini saya coba tuangkan dalam sebuah visi sebagai berikut : “Menumbuhkan Kemandirian melalui Budaya Literasi Media dan Literasi Dasar untuk Menumbuhkan Kepemimpinan Murid dalam mewujudkan Merdeka Belajar.

Dalam mewujudkan visi tersebut diperlukan kolaborasi semua warga sekolah serta memanfaatkan seluruh kekuatan aset yang dimiliki. Dalam cakupan yang lebih kecil guna mendukung ketercapaian visi tersebut, kita bisa memulai dari diri sendiri dan lingkungan kelas dengan melakukan prakarsa perubahan khususnya dalam proses pembelajaran. Adapun Prakarsa perubahan yang ingin dicapai dalam waktu dekat (1 semester) melalui proses pembelajaran adalah : “Menumbuhkan Kemandirian melalui Budaya Literasi Media dan Literasi Dasar untuk Menumbuhkan Kepemimpinan Murid dalam mewujudkan Merdeka Belajar.

Tujuan Kegiatan adalah :

  1. Untuk mewujudkan visi murid masa depan sesuai visi, seorang guru penggerak harus mampu menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid. Hal ini tentunya akan dapat terwujud bila proses pembelajaran di kelas menyenangkan, dan diminati oleh murid. Dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan, tentunya akan memotivasi murid untuk meningkatkan kompetensinya dan mampu diajak untuk mengembangkan kemampuan kolaboratif, berpikir kritis dan kemandirian sebagai wujud profil pelajar pancasila. Terutama untuk kegiatan literasi.
  2. Pembelajaran yang literasi serta diminati oleh murid sangat diyakini akan dapat menjadikan murid untuk semangat belajar untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai. Selain itu untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid melalui kegiatan literasi. Hal ini dapat menjadi bekal bagi murid dalam mewujudkan murid yang kompeten (unggul) dimasa yang akan datang. Adapun Visi yang saya rancang adalah sebagai berikut: “Menumbuhkan Kemandirian melalui Budaya Literasi Media dan Literasi Dasar untuk Menumbuhkan Kepemimpinan Murid dalam mewujudkan Merdeka Belajar.

Untuk menumbuhkan kemandirian langkah pertama yang akan saya ambil adalah melakukan perubahan paradigma tentang teori kontrol. Di bawah ini adalah paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol: Ilusi guru mengontrol murid. Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya kita sedang mengontrol perilaku murid tersebut, hal ini karena murid tersebut sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai. Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat. Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita, atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha. Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter. Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan suara halus untuk menyampaikan pesan negatif. Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.

Linimasa Tindakan yang dilakukan :

Dalam kegiatan literasi kita tidak dapat memaksakan murid untuk melakukannya oleh karena itu kita harus memiliki strategi untuk menerapkan program yang kita laksanakan. Saya akan mencoba mengubah paradigma saya tentang literasi dari stimulus respon menjadi teori kontrol. Hal pertama yang dilakukan adalah menyampaikan visi saya sebagai guru penggerak. Adapun visi yang saya rancang adalah : “Menumbuhkan Kemandirian melalui Budaya Literasi Media dan Literasi Dasar untuk Menumbuhkan Kepemimpinan Murid dalam mewujudkan Merdeka Belajar.” Setelah itu saya mengubah paradigma saya tentang kegiatan literasi. Kegiatan literasi harus dimulai dari dasar untuk dijadikan sebagai pembiasaan melalui langkah-langkah kecil perubahan.

Adapun hal-hal yang perlu saya perhatikan adalah sebagai berikut:

  1. Kebutuhan setiap murid berbeda
  2. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda tentang konsep literasi, kemadirian, kepemimpinan, dan merdeka belajar
  3. Saya akan berusaha memahami pandangan orang lain tentang literasi, kemandirian, kepemimpinan dan merdeka belajar
  4. Semua perilaku memiliki tujuan
  5. Hanya kita yang dapat mengontol diri sendiri.
  6. Kita tidak dapat mengontrol orang lain
  7. Kolaborasi menciptakan pilihan baru
  8. Model berpikir menang-menang

Perubahan paradigma yang saya rancang diharapkan dapat menjadi acuan untuk menumbuhkan nilai kemandirian, kepemimpinan murid dalam merdeka belajar.



Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang  merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri. Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)


Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia:

  1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
  2. Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut.
  3. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain
  4. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan.
  5. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya
  6. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Dalam penerapan kegiatan literasi di sekolah saya akan mencoba menumbuhkan motivasi menjadikan murid menjadi apa yang mereka inginkan, menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya dengan membuat keyakinan kelas.

Kebutuhan dasar manusia adalah Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Dalam merancang program literasi untuk mewujudkan nilai kemandirian dan kepemimpinan murid saya akan mencoba merancang strategi efektif dengan memperhatikan kebutuhan dasar murid.

Posisi Kontrol Guru adalah menurut Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Dalam program aksi nyata yang yang saya rancang akan berusaha berada dalam posisi kontrol sebagai manajer. Untuk menciptkan kenyamanan bagi murid juga dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Keyakinan Kelas adalah Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu. 



Segitiga Restitusi adalah Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.

Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi proaktif, maka kita harus meyakinkan si anak.

Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat dibawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

Dokumentasi Kegiatan







                                   

Tolak Ukur : Terlaksananya kegiatan literasi di kelas















Dukungan yang dapat dimanfaatkan secara maksimal adalah SDM dan fasilitas yang tersedia di sekolah seperti buku di perpustakaan, akses internet, dukungan dan motivasi dari seluruh warga sekolah.

LINK BERBAGI BUDAYA POSITIF :

https://drive.google.com/file/d/1Ff6pBYud6ED5OrvjxGm-OxINyYsPo14Y/view?usp=sharing

LINK MATERI BUDAYA POSITIF MELALUI LITERASI:

https://drive.google.com/file/d/14Zcph3RH7NBIlCvX59LdFyfoOoXK-Fv8/view?usp=sharing

0 komentar:

Posting Komentar

 
;