Sabtu, 02 April 2022

Coaching Praktek Menuntun Coachee Menentukan Tindakan yang Tepat mencapai Tujuan

 

Koneksi Antar Materi – Coaching

Coaching Praktek Menuntun Coachee Menentukan Tindakan yang Tepat mencapai Tujuan

Oleh :

Popy Susilawati

SMA Negeri 2 Amlapura

CGP Angkatan 4 – Kabupaten Karangasem


Menurut pendapat saya kesimpulan tentang sistem among adalah kita kembali kepada pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun  anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan, pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar  murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

Praktek Coaching dapat diterapkan di berbagai kondisi dapat diterapkan di pembelajaran ataupun diluar pembelajaran. Ketika kita menerapkan pembelajaran berdiferensiasi kita dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu hasil belajar yang optimal karena pembelajaran ini sudah dirancang dengan melakukan pemetaan kebutuhan murid terlebih dahulu sehingga fasilitas pembelajaran apa yang murid butuhkan akan terpenuhi. Pembelajaran dirancang dengan strategi diferensiasi konten, proses dan produk yang dibuat berdasarkan hasil pemetaan murid berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid. Sesuai dengan tujuan pembelajaran berdiferensiasi oleh karena itu sebagai bentuk mewadai kebutuhan belajar murid makan pembelajaran sosial emosional dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sebagai salah satu usaha mengembalikan kesadaran awal untuk mengembalikan kepada tujuan pembelajaran. Ketika terjadi kendala maka dapat diterapkan praktek coaching dalam pembelajaran dengan menggalai potensi murid.

Pembelajaran diferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu murid ketika :

·         Rancangan pembelajaran diferensiasi yang dibuat oleh guru cukup kuat untuk melibatkan dan menantang murid dalam belajar di kelas, sehingga murid-murid akan menjadi murid yang proaktif ketika diterapkan PSE murid akan lebih nyaman dengan memiliki keterampilan sikap.

·         Tugas-tugas yang diberikan pada perencanaan diferensiasi bersifat kualitatif bukan kuantitatif, artinya kita tidak memberikan tugas dalam jumlah yang berbeda ketika ada murid yang memiliki kesiapan belajar yang berbeda-beda melainkan sifat dari tugas itu yang berbeda

·         Penilaian tidak lagi fokus pada penilaian akhir (asesmen sumatif) tetapi mulai dari asesmen diagnostik, asesmen formatif, dan asesmen sumatif ketiganya terlaksana dengan baik, bahkan lebih baik lagi jika porsi asesmen formatif lebih besar, sebab asesmen formatif ini lebih menekankan pada proses, dan proses jauh lebih penting dibandingkan nilai akhir karena di proses itu terdapat penilaian terhadap kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid

·         Dalam pembelajaran diferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terjadap konten, proses, dan produk. Dengan menggunakan pendekatan terhadap konten, proses dan produk itu akan mendorong pertumbuhan murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan, serta untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran di kelas.

·         Pembelajaran diferensiasi dirancang berpusat kepada murid dengan memenuhi kebutuhan dasarnya baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Dalam kebutuhan sikap jika terjadi keadaan murid menemukan permasalahan praktek coaching dapat diterapkan.

·         Pembelajaran diferensiasi dirancang dengan memadukan pembelajaran dari seluruh kelas, kelompok atau individual.

·         Guru berkolaborasi dengan murid secara kontinu sehingga mengubah peluang belajar menjadi lebih efektif.

Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional maka kita sudah menerapkan budaya positif dengan selalu saling menghargai, tidak mudah emosi sehingga tujuan Pendidikan dapat terlaksana. Dalam penerapan budaya positif kita membuat keyakinan kelas prosesnya merupakan salah satu cara untuk memetakan kebutuhan murid. Mereka diberikan ruang dan wadah untuk menyampaikan kebutuhan belajarnya. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi merupakan cara yang efektif sebagai wujud merdeka belajar dimana murid diberikan ruang untuk mengembangkan minat, bakat dan potensi yang mereka miliki dengan disediakan wadah untuk mengembangkan potensi tersebut.

Posisi Kontrol Guru adalah menurut Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.

Kebutuhan dasar manusia adalah Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power).

Keyakinan Kelas adalah Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

Segitiga Restitusi adalah Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang

Ketika kita menerapkan segitiga restitusi dalam mencari solusi permasalahan maka kita sedang menerapkan pembelajaran sosial emosional. PSE tidak hanya diterapkan dalam pembelajaran di kelas namun dapat diterapkan dimana saja. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan emosi yang kita rasakan untuk mengembalikan semuanya kepada tujuan awal. Penerapan budaya positif ini dapat dilaksanakan dengan salah satu wujudnya adalah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social emosional.

Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

5 Kompetensi sosial emosional

1.      Pengelolaan Emosi dan Fokus

2.      Empati

3.      Kemampuan kerja sama dan resolusi konflik

4.      Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

5.      Pengenalan Emosi

 

Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi

Ketika kita berada dalam kondisi yang menekan, entah karena tuntutan yang terlalu besar atau terlalu banyak, tidak jarang kita merasa stress. Stres dalam istilah psikologi menurut Laura King, dalam bukunya “The Science of Psychology”, adalah respons individu terhadap kejadian atau keadaan yang mengancam.

Untuk mencapai pemahaman kesadaran diri dan mampu mengenali emosinya,dapat mempraktikkan kesadaran penuh (mindfulness). Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim dari:

Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang dilakukan.

Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar.

Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.

Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

 

Pengelolaan Diri Mengelola Emosi dan Fokus untuk Mencapai Tujuan

Menurut www.psychologytoday.com, melakukan beberapa tugas bersamaan (multitasking) dapat meningkatkan stress dan mengurangi efisiensi serta produktivitas. Mengerjakan beberapa tugas secara bersamaan membuat pikiran kita beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Tubuh menjadi lelah dan hasil pekerjaan kita cenderung tidak optimal. Dengan banyaknya tugas dan gangguan yang ada di sekeliling kita, kemampuan mengelola fokus menjadi kemampuan yang sangat penting

Kesadaran Sosial - Keterampilan Berempati

kompetensi kesadaran sosial (social awareness) kita diharapkan membangun kemampuan untuk menempatkan diri dan melihat perspektif orang lain. Secara spesifik kita akan membahas mengenai keterampilan berempati. Empati merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami serta ikut merasakan perasaan-emosi orang lain sehingga dapat melihat perspektif sudut pandang orang lain. Baru setelah kita mampu melihat dari kaca mata orang lain, kita dapat menghargai dan memahami konteksnya. Apa saja yang mendasari perilaku, sikap dan cara berpikir orang tersebut. Bob dan Megan Tschannen-Moran (2010) menggambarkan empati sebagai sikap menghormati, tidak salah memahami dan mengapresiasi pengalaman orang lain.

Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai bentuk kerja sama dengan berbagai pihak, baik murid, guru, rekan kerja, orang tua, dan komunitas masyarakat lainnya. Dalam kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, sewajarnya kita akan menghadapi perbedaan pendapat dan konflik. Kemampuan kita untuk bekerja sama dan menyelesaikan konflik dengan konstruktif akan membantu kita membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Hubungan yang positif tidak hanya dapat membangun rasa percaya (trust), tetapi diyakini dapat memitigasi stres, melawan penyakit, dan memperpanjang umur seseorang.

Sebelumnya kita sudah membahas kemampuan berempati. Dengan kemampuan berempati, kita dapat membangun hubungan yang lebih melibatkan (engaged) dengan menerima dan memahami orang lain. Empati membantu untuk belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke orang lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Selanjutnya, bagaimana kita dapat membangun kerja sama dan mengelola konflik yang terjadi? Berikut adalah beberapa keterampilan yang perlu dikembangkan untuk dapat membangun kerja sama: (https://casel.org/sel-framework/):

1.      Keterampilan menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif

2.      Keterampilan menyatakan sikap setuju dan tidak setuju dengan sikap saling menghargai

3.      Keterampilan mengelola tugas dan peran dalam kelompok

Gordon (dalam “Parent Effectiveness Training”, 1960) mengemukakan gaya komunikasi menggunakan Pernyataan “Saya” (I - Message) dapat digunakan dalam dalam resolusi konflik. Pernyataan “Saya” berfokus pada perasaan penyampai pesan daripada pikiran atau karakteristik lawan bicara atau penerima pesan. Bapak Eling dapat mengatakan Saya merasa khawatir dengan masukan Ibu untuk merevisi proposal ini karena waktu pelaksanaan acara sudah sangat dekat.”

Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

Kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab tidak datang secara alami. Kemampuan ini perlu dengan sengaja ditumbuhkan. Ketika proses penentuan keputusan yang bertanggung jawab ini ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Dalam kondisi seperti ini praktek coaching sangat diperluka dengan penerapan model TIRTA. Seorang pengambil keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek, alternatif pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan. Untuk dapat melakukan hal tersebut seseorang perlu belajar bagaimana:

1.      mengevaluasi situasi

2.      menganalisis alternatif pilihan mereka, dan

3.      mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka sendiri dan orang lain.

Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.


Refleksi saya terhadap keseluruhan materi yang saya dapatkan semua pengetahuan ini akan membantu saya dalam mengatasi permasalahan yang saya temukan dalam tugas saya sebagai pendidik. Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan Coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses Coaching. Sebagai seorang Guru dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara guru dan murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.

Sistem Among (Tut Wuri Handayani) menjadi salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan (coaching) bagi guru. Tut Wuri (mengikuti, mendampingi) mempunyai makna mengikuti/mendampingi perkembangan murid dengan penuh (holistik) berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Handayani (mempengaruhi) mempunyai makna merangsang, memupuk, membimbing dan memberi teladan agar murid mengembangkan pribadinya melalui disiplin pribadi. Among merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti mengasuh, mengikuti, mendampingi. Guru (Pamong/Pedagog) adalah seorang memiliki cinta kasih dalam membimbing murid sesuai dengan kekuatan kodratnya. Guru sejatinya bebas dari segala ikatan/belenggu untuk menguasai dan memaksa murid. Sistem Among dapat disebut juga sebagai upaya memanusiakan sang anak sebagai seorang manusia (humanisasi).\Menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid. Proses menciptakan ARTI dapat dilatih melalui pendekatan coaching sistem among dengan menggunakan metode TIRTA yang akan dibahas pada bab berikutnya.


Agar semakin memahami perbedaan antara mentoring, konseling, dan coaching, mari kita pelajari pengertian mentoring dan konseling berikut ini:

1.  Definisi mentoring

 

Stone (2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.

2.  Definisi konseling

Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian- rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.

Jika Anda memperhatikan definisi-definisi mengenai mentoring dan konseling, kemudian membandingkannya dengan coaching, maka Anda dapat melihat perbedaan-perbedaan di antara ketiga metode pengembangan diri tersebut.

4        unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:

1.      Hubungan saling mempercayai, Rasa aman dan nyaman akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling memperhatikan baik keadaan pribadi atau kesejahteraan profesionalnya. Bagi murid, bahwa kita peduli pada kualitas belajarnya akan membuat murid berasumsi bahwa komunikasi kita bertujuan untuk perbaikan mutu. Kepercayaan merupakan jalan dua arah.

2.      Menggunakan data yang benar, Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan dinamika yang sesuai. Tanpa gambaran akurat tentang pesan atau masalah yang sedang dibahas, maka kesan subjektivitas akan hadir dalam proses komunikasi.

3.      Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi, Komunikasi memberdayakan seyogyanya menuntun rekan bicara kita untuk mampu berefleksi atas diri mereka dan mengenali pesan atau isu yang dibahas dengan benar. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses komunikasi yang ada akan membuat dampak pada jangka yang lebih panjang.

4.      Rencana tindak lanjut atau aksi, Jika diperlukan, buatlah rancangan konkrit sebagai hasil dari proses komunikasi. Hal ini sebagai bentuk komitmen dari sebuah komunikasi yang bertujuan positif dan efektif.

 

Coaching merupakan sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003). Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai: “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.

Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini,  dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru. Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

Ketika melakukan kegiatan coaching, sebagai seorang coach kita biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun ada kalanya coachee kita (murid) merasa tidak suka atau merasa ragu serta tertekan dengan komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya, sebuah pemahaman komunikasi asertif perlu dibangun agar timbul rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu hadir dalam sebuah hubungan coach and coachee, maka coachee akan lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk berkomunikasi. Keselarasan pada tujuan mulai terbangun.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan:

1.      Menyamakan kata kunci

Memperhatikan kata kunci dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan coach dan coachee. Disini awal keberhasilan coaching sebab coach dan coachee mampu menyesuaikan diri dan membangun relasi. Kata-kata kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai tujuannya. Sebagai contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi pernyataannya.

2.      Menyamakan bahasa tubuh Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya.

3.      Menyelaraskan emosi Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.

Mendengarkan ada pada kemampuan kita menangkap pesan yang disampaikan lewat ragam gaya komunikasi mereka. Karenanya, kita juga perlu mengerti beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan.

5 Teknik mendengarkan aktif

1.      Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan. Pesan yang disampaikan bisa terkomunikasikan secara verbal maupun non-verbal. Karenanya, sebagai coach kita perlu fokus dan komitmen diri pada awal sesi untuk hadir sepenuhnya selama coaching berlangsung.

2.      Tunjukkan bahwa kita mendengarkan Bahasa tubuh dan respon kita dapat secara efektif menyampaikan pesan kepada lawan bicara kita bahwa kita memperhatikan setiap pesan yang disampaikan.

3.      Menanggapi perasaan dengan tepat Nada positif dan berikan afirmasi kepada apa yang disampaikan oleh rekan bicara kita. Fokus kepada masalah atau topik yang disampaikan.

4.      Parafrase Ini digunakan ketika kita hendak menegaskan kembali makna pesan yang disampaikan dengan menggunakan kalimat kita sendiri.

5.      Bertanya Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan untuk mendorong lawan bicaranya menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam potensi yang dimiliki oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan kita bahas pada aspek komunikasi yang memberdayakan berikutnya.

Dalam melaksanakan coaching keterampilan bertanya efektif merupakan kunci yang diperlukan adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang yang coach tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan tidak. Pertanyaan seorang coach diharapkan ‘ dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri

Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara khusus diberikan pada coachee ketika dalam process coaching, ada hal-hal yang tidak terduga muncul atau hasil dari coaching ini berbeda dari yang coachee pikirkan.

Dorongan positif diperlukan agar coachee meneruskan hasil coaching ini sampai pada tahap aksi. Bentuk umpan balik dapat disampaikan dalam beberapa cara dengan aspek-aspek berikut (Pramudianto, 2015):

1.    Langsung diberikan saat komunikasi.

Contoh: “Wah bagus ucapanmu yang baru saja kamu sampaikan.”

2.    Spesifik – fokus pada apa yang dikatakan

Contoh: “Hal ini sepertinya belum diungkapkan sebelumnya. Ayo kita coba bicarakan hal ini lebih lagi. Ini dapat menjadi alternatif lain untukmu.”

3.    Faktor emosi – mengikutsertakan emosi yang dirasakan

Contoh: “Ah.. saya ikut gembira mendengar pencapaian mu dalam kerja kelompok kemarin.” “Situasimu terdengar sulit. Mari perlahan kita bicarakan agar kamu bisa mendapatkan alternatif dari situasi ini.”

4.    Apresiasi – menyertakan motivasi positif

Contoh: “Kamu bisa Nak. Kamu pasti bisa menjalankan komitmenmu. Kamu sudah berjalan sejauh ini, dengan perencanaan yang lebih baik, kamu dapat menyelesaikan tantangan ini.”

Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu para coachee dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses mendorong dari belakang sehingga coachee dapat menemukan jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015), bukan dengan diarahkan atau digurui. Inilah yang menjadi keunikan coaching.

TIRTA sebagai Model Coaching


TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.

TIRTA kepanjangan dari

T: Tujuan

I: Identifikasi

R: Rencana aksi

TA: Tanggung jawab

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan



      Tugas saya adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya. Dalam koneksi antar materi yang saya pahami saat ini adalah coaching merupakan salah satu bentuk penerapan merdeka belajar. Coaching mengajak murid menemukan potensinya dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya. Pembelajaran berdiferensiasi dan Sosial emosional menjadi wadah dalam pemenuhan kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran begitupun dengan coaching. Kita bertugas menuntun mereka menemukan jati diri yang sebenarnya dan menjadikan mereka murid yang memiliki profil pelajar Pancasila sehingga belajar bukan lagi dijadikan sebuah beban namun dijadikan sebagai kebutuhan dasar mereka untuk mengembangkan potensi dirinya. 





0 komentar:

Posting Komentar

 
;