Koneksi
Antar Materi – Coaching
Coaching Praktek Menuntun Coachee
Menentukan Tindakan yang Tepat mencapai Tujuan
Oleh :
Popy Susilawati
SMA Negeri 2 Amlapura
CGP Angkatan 4 – Kabupaten
Karangasem
Menurut
pendapat saya kesimpulan tentang sistem among adalah kita kembali kepada
pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan itu
‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya
kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu keterampilan coaching
perlu dimiliki para pendidik untuk
menuntun segala kekuatan
kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai
manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan,
pendidik sebagai ‘pamong’ dalam
memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
Praktek
Coaching dapat diterapkan di berbagai kondisi dapat diterapkan di pembelajaran
ataupun diluar pembelajaran. Ketika kita menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi kita dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu hasil
belajar yang optimal karena pembelajaran ini sudah dirancang dengan melakukan
pemetaan kebutuhan murid terlebih dahulu sehingga fasilitas pembelajaran apa
yang murid butuhkan akan terpenuhi. Pembelajaran dirancang dengan strategi
diferensiasi konten, proses dan produk yang dibuat berdasarkan hasil pemetaan
murid berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid. Sesuai
dengan tujuan pembelajaran berdiferensiasi oleh karena itu sebagai bentuk
mewadai kebutuhan belajar murid makan pembelajaran sosial emosional dapat
diimplementasikan dalam pembelajaran sebagai salah satu usaha mengembalikan
kesadaran awal untuk mengembalikan kepada tujuan pembelajaran. Ketika terjadi
kendala maka dapat diterapkan praktek coaching dalam pembelajaran dengan
menggalai potensi murid.
Pembelajaran diferensiasi dapat memenuhi kebutuhan
belajar murid dan membantu murid ketika :
·
Rancangan pembelajaran
diferensiasi yang dibuat oleh guru cukup kuat untuk melibatkan dan menantang
murid dalam belajar di kelas, sehingga murid-murid akan menjadi murid yang
proaktif ketika diterapkan PSE murid akan lebih nyaman dengan memiliki
keterampilan sikap.
·
Tugas-tugas yang
diberikan pada perencanaan diferensiasi bersifat kualitatif bukan kuantitatif,
artinya kita tidak memberikan tugas dalam jumlah yang berbeda ketika ada murid
yang memiliki kesiapan belajar yang berbeda-beda melainkan sifat dari tugas itu
yang berbeda
·
Penilaian tidak lagi
fokus pada penilaian akhir (asesmen sumatif) tetapi mulai dari asesmen
diagnostik, asesmen formatif, dan asesmen sumatif ketiganya terlaksana dengan
baik, bahkan lebih baik lagi jika porsi asesmen formatif lebih besar, sebab
asesmen formatif ini lebih menekankan pada proses, dan proses jauh lebih
penting dibandingkan nilai akhir karena di proses itu terdapat penilaian terhadap
kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid
·
Dalam pembelajaran
diferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terjadap konten, proses, dan
produk. Dengan menggunakan pendekatan terhadap konten, proses dan produk itu
akan mendorong pertumbuhan murid dalam usaha mereka mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan, serta untuk memajukan atau meningkatkan proses
pembelajaran di kelas.
·
Pembelajaran diferensiasi
dirancang berpusat kepada murid dengan memenuhi kebutuhan dasarnya baik itu
pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Dalam kebutuhan sikap jika terjadi
keadaan murid menemukan permasalahan praktek coaching dapat diterapkan.
·
Pembelajaran diferensiasi
dirancang dengan memadukan pembelajaran dari seluruh kelas, kelompok atau
individual.
·
Guru berkolaborasi dengan
murid secara kontinu sehingga mengubah peluang belajar menjadi lebih efektif.
Dengan
menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional maka
kita sudah menerapkan budaya positif dengan selalu saling menghargai, tidak mudah
emosi sehingga tujuan Pendidikan dapat terlaksana. Dalam penerapan budaya
positif kita membuat keyakinan kelas prosesnya merupakan salah satu cara untuk
memetakan kebutuhan murid. Mereka diberikan ruang dan wadah untuk menyampaikan
kebutuhan belajarnya. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi merupakan cara
yang efektif sebagai wujud merdeka belajar dimana murid diberikan ruang untuk
mengembangkan minat, bakat dan potensi yang mereka miliki dengan disediakan
wadah untuk mengembangkan potensi tersebut.
Posisi Kontrol Guru adalah menurut Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru,
orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol
tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau)
dan Manajer.
Kebutuhan dasar manusia adalah Ketika kita mendapatkan apa yang
kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari
satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),
cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan
(fun), dan kekuasaan (power).
Keyakinan Kelas
adalah Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu
‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang
disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara,
bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih
memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang
akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada
hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka
perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya
mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau
begitu.
Segitiga
Restitusi adalah Melalui restitusi, ketika murid
berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk
membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan
korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai
dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang
Ketika kita menerapkan
segitiga restitusi dalam mencari solusi permasalahan maka kita sedang
menerapkan pembelajaran sosial emosional. PSE tidak hanya diterapkan dalam
pembelajaran di kelas namun dapat diterapkan dimana saja. Hal ini bertujuan
untuk menstabilkan emosi yang kita rasakan untuk mengembalikan semuanya kepada
tujuan awal. Penerapan budaya positif ini dapat dilaksanakan dengan salah satu
wujudnya adalah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social
emosional.
Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki
tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk
mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang
lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi
stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.
5 Kompetensi
sosial emosional
1.
Pengelolaan Emosi dan Fokus
2.
Empati
3.
Kemampuan kerja sama dan resolusi konflik
4.
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
5.
Pengenalan Emosi
Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi
Ketika kita berada dalam kondisi
yang menekan, entah karena tuntutan yang terlalu besar
atau terlalu banyak,
tidak jarang kita merasa stress.
Stres dalam istilah
psikologi menurut Laura
King, dalam bukunya “The Science of
Psychology”, adalah respons individu terhadap kejadian
atau keadaan yang mengancam.
Untuk mencapai pemahaman kesadaran
diri dan mampu mengenali emosinya,dapat mempraktikkan kesadaran penuh (mindfulness).
Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk
mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan
akronim dari:
Stop/ Berhenti. Hentikan
apapun yang sedang dilakukan.
Take
a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung.
Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang
hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk,
napas keluar.
Observe/ Amati.
Amati apa yang Anda rasakan
pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes
saat Anda membuang
napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.
Proceed/ Lanjutkan.
Latihan selesai. Silahkan
lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang,
pikiran yang lebih jernih,
dan sikap yang lebih positif.
Pengelolaan Diri – Mengelola
Emosi dan Fokus
untuk Mencapai Tujuan
Menurut www.psychologytoday.com, melakukan
beberapa tugas bersamaan (multitasking) dapat meningkatkan stress dan mengurangi efisiensi serta produktivitas. Mengerjakan beberapa tugas secara bersamaan
membuat pikiran kita beralih dari satu fokus
ke fokus yang lain. Tubuh menjadi lelah dan hasil pekerjaan kita cenderung tidak optimal. Dengan banyaknya
tugas dan gangguan yang ada di sekeliling kita, kemampuan mengelola fokus menjadi
kemampuan yang sangat penting
Kesadaran Sosial
- Keterampilan Berempati
kompetensi kesadaran sosial (social awareness) kita diharapkan membangun
kemampuan untuk menempatkan diri dan melihat
perspektif orang lain. Secara spesifik kita akan membahas
mengenai keterampilan berempati. Empati merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami serta ikut merasakan
perasaan-emosi orang lain sehingga
dapat melihat perspektif sudut pandang orang lain. Baru setelah kita mampu melihat dari kaca mata orang lain, kita
dapat menghargai dan memahami konteksnya. Apa
saja yang mendasari
perilaku, sikap dan cara berpikir
orang tersebut. Bob dan Megan Tschannen-Moran
(2010) menggambarkan empati sebagai sikap menghormati, tidak salah memahami
dan mengapresiasi pengalaman orang lain.
Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada
berbagai bentuk kerja sama dengan berbagai
pihak, baik murid, guru, rekan kerja, orang tua, dan komunitas masyarakat
lainnya. Dalam kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, sewajarnya kita akan menghadapi perbedaan pendapat dan konflik.
Kemampuan kita untuk bekerja sama dan menyelesaikan konflik dengan konstruktif akan membantu
kita membangun hubungan yang positif dengan orang
lain. Hubungan yang positif tidak hanya dapat membangun rasa percaya (trust), tetapi diyakini dapat memitigasi stres, melawan penyakit, dan memperpanjang
umur seseorang.
Sebelumnya kita sudah membahas kemampuan berempati.
Dengan kemampuan berempati, kita
dapat membangun hubungan yang lebih
melibatkan (engaged) dengan menerima
dan memahami orang lain. Empati membantu untuk belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke
orang lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Selanjutnya, bagaimana
kita dapat membangun kerja sama dan mengelola konflik
yang terjadi? Berikut adalah beberapa
keterampilan yang perlu dikembangkan untuk dapat membangun kerja sama:
(https://casel.org/sel-framework/):
1.
Keterampilan menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif
2.
Keterampilan menyatakan sikap setuju dan tidak setuju
dengan sikap saling menghargai
3.
Keterampilan mengelola
tugas dan peran dalam kelompok
Gordon (dalam “Parent
Effectiveness Training”, 1960) mengemukakan gaya
komunikasi menggunakan Pernyataan “Saya” (I - Message) dapat digunakan dalam dalam resolusi
konflik. Pernyataan “Saya” berfokus pada perasaan penyampai
pesan daripada pikiran
atau karakteristik lawan bicara atau penerima pesan. Bapak Eling dapat mengatakan “Saya merasa khawatir
dengan masukan Ibu untuk merevisi
proposal ini karena
waktu pelaksanaan acara
sudah sangat dekat.”
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Kemampuan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab tidak datang secara alami. Kemampuan ini perlu dengan sengaja
ditumbuhkan. Ketika proses penentuan keputusan yang bertanggung jawab ini ada
banyak faktor yang mempengaruhinya. Dalam kondisi seperti ini praktek coaching
sangat diperluka dengan penerapan model TIRTA. Seorang pengambil keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek, alternatif pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan. Untuk dapat melakukan
hal tersebut seseorang perlu belajar bagaimana:
1.
mengevaluasi situasi
2.
menganalisis alternatif pilihan mereka, dan
3. mempertimbangkan
konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka sendiri
dan orang lain.
Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.
Refleksi
saya terhadap keseluruhan materi yang saya dapatkan semua pengetahuan ini akan
membantu saya dalam mengatasi permasalahan yang saya temukan dalam tugas saya
sebagai pendidik. Sistem Among, Ing Ngarso
Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang
menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan Coaching. Tut Wuri Handayani
menjadi kekuatan dalam pendekatan proses Coaching.
Sebagai seorang Guru dengan semangat
Tut Wuri Handayani,
maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset Ki
Hajar Dewantara sebelum
melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara
guru dan murid yang terjadi secara
emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir
ini dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses
komunikasi dan pembelajaran.
Masih terkait
dengan kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid.
Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat
murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses
coaching juga membuat murid lebih
berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya,
murid dapat menemukan potensi
dan mengembangkannya.
Sistem Among (Tut Wuri Handayani) menjadi salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan (coaching) bagi guru. Tut Wuri (mengikuti, mendampingi) mempunyai makna mengikuti/mendampingi perkembangan murid dengan penuh (holistik) berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Handayani (mempengaruhi) mempunyai makna merangsang, memupuk, membimbing dan memberi teladan agar murid mengembangkan pribadinya melalui disiplin pribadi. Among merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti mengasuh, mengikuti, mendampingi. Guru (Pamong/Pedagog) adalah seorang memiliki cinta kasih dalam membimbing murid sesuai dengan kekuatan kodratnya. Guru sejatinya bebas dari segala ikatan/belenggu untuk menguasai dan memaksa murid. Sistem Among dapat disebut juga sebagai upaya memanusiakan sang anak sebagai seorang manusia (humanisasi).\Menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid. Proses menciptakan ARTI dapat dilatih melalui pendekatan coaching sistem among dengan menggunakan metode TIRTA yang akan dibahas pada bab berikutnya.
Agar semakin memahami perbedaan
antara mentoring, konseling, dan coaching,
mari kita pelajari pengertian mentoring dan konseling berikut
ini:
1. Definisi
mentoring
Stone (2002) mendefinisikan
mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan
dan mencegah bahaya. Sedangkan
Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan,
mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.
2. Definisi konseling
Gibson dan Mitchell (2003)
menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan
pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24),
menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian- rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap
dan tingkah lakunya.
Jika Anda memperhatikan definisi-definisi mengenai
mentoring dan konseling, kemudian membandingkannya
dengan coaching, maka Anda dapat
melihat perbedaan-perbedaan di antara
ketiga metode pengembangan diri tersebut.
4
unsur utama yang mendasari
prinsip komunikasi yang memberdayakan:
1.
Hubungan saling mempercayai,
Rasa aman dan nyaman akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling memperhatikan baik keadaan pribadi
atau kesejahteraan profesionalnya. Bagi murid, bahwa kita
peduli pada kualitas belajarnya akan membuat
murid berasumsi bahwa komunikasi kita bertujuan untuk perbaikan mutu.
Kepercayaan merupakan jalan dua arah.
2.
Menggunakan data yang benar, Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan
dinamika yang sesuai.
Tanpa gambaran akurat tentang pesan atau masalah
yang sedang dibahas,
maka kesan subjektivitas akan hadir dalam proses komunikasi.
3.
Bertujuan menuntun
para pihak untuk optimalisasi potensi, Komunikasi memberdayakan
seyogyanya menuntun rekan bicara kita untuk mampu berefleksi atas diri mereka dan mengenali
pesan atau isu yang dibahas
dengan benar. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses komunikasi yang ada akan membuat dampak pada jangka yang lebih
panjang.
4.
Rencana tindak
lanjut atau aksi, Jika diperlukan, buatlah rancangan
konkrit sebagai hasil dari proses komunikasi.
Hal ini sebagai bentuk komitmen dari sebuah komunikasi yang bertujuan
positif dan efektif.
Coaching merupakan sebuah
proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan
sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja,
pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee
(Grant, 1999). kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan
kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada
mengajarinya (Whitmore, 2003). Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh
para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF)
mendefinisikan coaching sebagai: “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee)
untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui
proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Dari
definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:
Kemitraan.
Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk
membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal
tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
Memberdayakan.
Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal
ini, dengan sesi coaching yang
ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali,
memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru. Optimalisasi.
Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan
jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi
coachee berkembang.
Ketika melakukan kegiatan coaching, sebagai seorang
coach kita biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun ada kalanya
coachee kita (murid) merasa tidak suka atau merasa ragu serta tertekan dengan
komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya, sebuah pemahaman komunikasi asertif
perlu dibangun agar timbul rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu hadir
dalam sebuah hubungan coach and coachee, maka coachee akan lebih terbuka dan menerima
ajakan kita untuk berkomunikasi. Keselarasan pada tujuan mulai terbangun.
Dalam
usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan
posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat
seorang coach lakukan:
1. Menyamakan
kata kunci
Memperhatikan
kata kunci dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan coach dan
coachee. Disini awal keberhasilan coaching sebab coach dan coachee mampu
menyesuaikan diri dan membangun relasi. Kata-kata kunci biasanya merupakan
kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya
terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata kunci ini
untuk membimbing coachee untuk mencapai tujuannya. Sebagai contoh, jika murid
menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita, kita dapat juga
menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi
pernyataannya.
2. Menyamakan
bahasa tubuh Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal
ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan
berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah,
suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya.
3. Menyelaraskan
emosi Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita
usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang
emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan
mengerti perasaannya.
Mendengarkan ada pada kemampuan kita menangkap pesan
yang disampaikan lewat ragam gaya komunikasi mereka. Karenanya, kita juga perlu
mengerti beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu menangkap
pesan-pesan yang disampaikan.
5
Teknik mendengarkan aktif
1. Memberikan
perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan. Pesan yang
disampaikan bisa terkomunikasikan secara verbal maupun non-verbal. Karenanya,
sebagai coach kita perlu fokus dan komitmen diri pada awal sesi untuk hadir
sepenuhnya selama coaching berlangsung.
2. Tunjukkan
bahwa kita mendengarkan Bahasa tubuh dan respon kita dapat secara efektif
menyampaikan pesan kepada lawan bicara kita bahwa kita memperhatikan setiap
pesan yang disampaikan.
3. Menanggapi
perasaan dengan tepat Nada positif dan berikan afirmasi kepada apa yang
disampaikan oleh rekan bicara kita. Fokus kepada masalah atau topik yang
disampaikan.
4. Parafrase
Ini digunakan ketika kita hendak menegaskan kembali makna pesan yang
disampaikan dengan menggunakan kalimat kita sendiri.
5. Bertanya
Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan untuk mendorong lawan bicaranya
menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan
keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam potensi yang dimiliki
oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan kita bahas pada aspek komunikasi yang
memberdayakan berikutnya.
Dalam melaksanakan coaching keterampilan bertanya
efektif merupakan kunci yang diperlukan adalah mengajukan pertanyaan dengan
tujuan tertentu. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah
orang yang coach tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan tidak.
Pertanyaan seorang coach diharapkan ‘ dapat menstimulasi pemikiran coachee,
memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan
emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat
sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri
Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada
coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik
yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara khusus
diberikan pada coachee ketika dalam process coaching, ada hal-hal yang tidak
terduga muncul atau hasil dari coaching ini berbeda dari yang coachee pikirkan.
Dorongan positif diperlukan agar
coachee meneruskan hasil coaching ini sampai pada tahap aksi. Bentuk umpan
balik dapat disampaikan dalam beberapa cara dengan aspek-aspek berikut
(Pramudianto, 2015):
1. Langsung diberikan saat komunikasi.
Contoh: “Wah bagus ucapanmu yang
baru saja kamu sampaikan.”
2. Spesifik – fokus pada apa yang dikatakan
Contoh: “Hal ini sepertinya belum
diungkapkan sebelumnya. Ayo kita coba bicarakan hal ini lebih lagi. Ini dapat
menjadi alternatif lain untukmu.”
3. Faktor emosi – mengikutsertakan emosi yang dirasakan
Contoh: “Ah.. saya ikut gembira
mendengar pencapaian mu dalam kerja kelompok kemarin.” “Situasimu terdengar
sulit. Mari perlahan kita bicarakan agar kamu bisa mendapatkan alternatif dari
situasi ini.”
4. Apresiasi – menyertakan motivasi positif
Contoh: “Kamu bisa Nak. Kamu
pasti bisa menjalankan komitmenmu. Kamu sudah berjalan sejauh ini, dengan
perencanaan yang lebih baik, kamu dapat menyelesaikan tantangan ini.”
Coaching adalah sebuah kegiatan
komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu para coachee
dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari
permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan
berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab pendekatan dan teknik
yang dilakukan dalam coaching merupakan proses mendorong dari belakang sehingga
coachee dapat menemukan jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto,
2015), bukan dengan diarahkan atau digurui. Inilah yang menjadi keunikan
coaching.
TIRTA sebagai Model Coaching
TIRTA
dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah
banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal,
Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu
mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2)
Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri
coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih
hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.
4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana
aksi dan menjalankannya.
Model TIRTA
dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki
keterampilan coaching. Hal ini penting
mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi
lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan
kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih
mudah dan mengalir.
TIRTA kepanjangan dari
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan
0 komentar:
Posting Komentar