Selasa, 15 Maret 2022

Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial Emosional

 

Koneksi Antar Materi – Pembelajaran Sosial Emosional

Penerapan Pembelajaran Sosial Emosional dan Berdiferensiasi untuk Membentuk Budaya Positif

Oleh :

Popy Susilawati

SMA Negeri 2 Amlapura



 

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Pembelajaran ini dapat diterapkan bersama dengan pembelajaran berdiferensiasi sebagai salah satu penerapan budaya positif di sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan: memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi), membuat keputusan yang bertanggung jawab.  Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)  dapat dilakukan dengan 4 cara: Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit, Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid, Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid, Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan. Setelah mempelajari Pembelajaran Sosial Emosional, saya jadi mengetahui bahwa proses pembelajaran murid tidak hanya bergantung pada aspek intelegensi atau kemampuan pada aspek kognitif, tapi juga dipengaruhi oleh aspek perkembangan emosi dan sosial, dimana Pembelajaran Sosial Emosional adalah proses mengembangkan ketrampilan, sikap, nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial, emosional sebagai modal murid dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Pembelajaran Sosial Emosional merupakan awal dan dasar penanaman pendidikan karakter kepada murid. Saya sebagai pendidik merasa harus memiliki kompetensi sosial dan emosional dalam pembelajaran dengan menciptakan lingkungan yang kondusif dan menyenangkan untuk membentuk murid yang memahami diri sendiri dan juga orang lain

Mindfulness memberikan pengetahuan untuk melatih kesadaran penuh secara terus menerus dan berkesinambungan. Mencari solusi dari setiap permasalahan yang kita hadapi salah satu Latihan membangun kesadaran penuh, Membaca, solat dan berlari beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untukmembangun  kesadaran penuh. fakta lainnya adalah Latihan kesadaran penuh (mindfulness) adalah otak manusia adalah otak yang kompleks. Konsep neuroplastisitas adalah bidang ilmu yang baru dan menarik. Konsep tersebut menyoroti bahwa, otak kita terus menerus dibentuk kembali sepanjang hidup kita oleh pengalaman maupun pikiran kita. Dengan demikian, fokus dari kesadaran kita yang menentukan jaringan otak mana yang diperkuat dan mana yang melemah atau hilang Ketika kita merasa khawatir, terganggu atau terjebak pada pencapaian tujuan, fungsi otak kita lebih didominasi oleh bagian otak lama, yang memiliki bagian bernama Amigdala. Amigdala berkaitan dengan respons menghadapi atau lari yang sifatnya kuat mengaktifkan kapan kita merasa stres atau cemas kemudian melepaskan hormon dan bahan kimia seperti kortisol dan adrenalin. Itu sebabnya stres memiliki dampak besar pada kita. Kesadaran penuh (Mindfulness) adalah teknik yang dapat membantu kita mengelola proses ini secara lebih efektif dengan membangun keterampilan konsentrasi, perhatian dan kapasitas untuk mengarahkan kesadaran kita dengan cara tertentu. Dengan begitu dapat berarti bahwa, kecil kemungkinan untuk kita dapat dengan mudah mengalami emosi yang kuat yang dikendalikan oleh amigdala. Kesadaran penuh (mindfulness) memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran diri sebagai kompetensi pembelajaran sosial dan emosional. Kembali kepada pengenalan emosi, terdapat enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi tersebut yaitu takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini dapat muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Latihan kesadaran penuh dapat bermaanfaat  untuk menjalankan peran dan tanggung jawab dengan Bahagia dan optimal dan untuk menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.



Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.


Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

5 Kompetensi sosial emosional

1.      Pengelolaan Emosi dan Fokus

2.      Empati

3.      Kemampuan kerja sama dan resolusi konflik

4.      Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

5.      Pengenalan Emosi


Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi

Ketika kita berada dalam kondisi yang menekan, entah karena tuntutan yang terlalu besar atau terlalu banyak, tidak jarang kita merasa stress. Stres dalam istilah psikologi menurut Laura King, dalam bukunya “The Science of Psychology”, adalah respons individu terhadap kejadian atau keadaan yang mengancam.

Untuk mencapai pemahaman kesadaran diri dan mampu mengenali emosinya,dapat mempraktikkan kesadaran penuh (mindfulness). Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim dari:

Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang dilakukan.

Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar.

Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.

Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

 

Pengelolaan Diri Mengelola Emosi dan Fokus untuk Mencapai Tujuan

Menurut www.psychologytoday.com, melakukan beberapa tugas bersamaan (multitasking) dapat meningkatkan stress dan mengurangi efisiensi serta produktivitas. Mengerjakan beberapa tugas secara bersamaan membuat pikiran kita beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Tubuh menjadi lelah dan hasil pekerjaan kita cenderung tidak optimal. Dengan banyaknya tugas dan gangguan yang ada di sekeliling kita, kemampuan mengelola fokus menjadi kemampuan yang sangat penting

Kesadaran Sosial - Keterampilan Berempati

kompetensi kesadaran sosial (social awareness) kita diharapkan membangun kemampuan untuk menempatkan diri dan melihat perspektif orang lain. Secara spesifik kita akan membahas mengenai keterampilan berempati. Empati merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami serta ikut merasakan perasaan-emosi orang lain sehingga dapat melihat perspektif sudut pandang orang lain. Baru setelah kita mampu melihat dari kaca mata orang lain, kita dapat menghargai dan memahami konteksnya. Apa saja yang mendasari perilaku, sikap dan cara berpikir orang tersebut. Bob dan Megan Tschannen-Moran (2010) menggambarkan empati sebagai sikap menghormati, tidak salah memahami dan mengapresiasi pengalaman orang lain.

Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai bentuk kerja sama dengan berbagai pihak, baik murid, guru, rekan kerja, orang tua, dan komunitas masyarakat lainnya. Dalam kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, sewajarnya kita akan menghadapi perbedaan pendapat dan konflik. Kemampuan kita untuk bekerja sama dan menyelesaikan konflik dengan konstruktif akan membantu kita membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Hubungan yang positif tidak hanya dapat membangun rasa percaya (trust), tetapi diyakini dapat memitigasi stres, melawan penyakit, dan memperpanjang umur seseorang.

Sebelumnya kita sudah membahas kemampuan berempati. Dengan kemampuan berempati, kita dapat membangun hubungan yang lebih melibatkan (engaged) dengan menerima dan memahami orang lain. Empati membantu untuk belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke orang lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Selanjutnya, bagaimana kita dapat membangun kerja sama dan mengelola konflik yang terjadi? Berikut adalah beberapa keterampilan yang perlu dikembangkan untuk dapat membangun kerja sama: (https://casel.org/sel-framework/):

1.      Keterampilan menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif

2.      Keterampilan menyatakan sikap setuju dan tidak setuju dengan sikap saling menghargai

3.      Keterampilan mengelola tugas dan peran dalam kelompok

        Bagaimana mengelola peran yang berbeda-beda? Misalnya, siapa yang akan mencatat? Siapa yang akan memastikan kita dapat tetap fokus pada tugas dan tujuan? Siapa yang akan menjaga waktu? Siapa yang akan memastikan kelanjutan diskusi dan dialog?

        Bagaimana mengelola perbedaan atau konflik? Misalnya, jika satu orang melakukan lebih dari bagian pekerjaan mereka? Bagaimana Anda akan memberi respons ketika ada yang sepertinya tidak berkontribusi?

        Bagaimana menentukan indikator keberhasilan pencapaian tujuan bersama?

Bagaimana bila muncul konflik dalam kerja sama? Mari kita kembali pada situasi yang dihadapi Bapak Eling. Masih ingat dengan kejadian yang dialami oleh Bapak Eling? Bapak Eling tidak dapat menerima bahwa Kepala Sekolah memintanya melakukan koreksi dan koordinasi ulang dengan tim acara. Bapak Eling tidak mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang permintaan tersebut kepada Kepala Sekolah dan meminta wakil ketua panitia yang melakukan revisi proposal.

Gordon (dalam “Parent Effectiveness Training”, 1960) mengemukakan gaya komunikasi menggunakan Pernyataan “Saya” (I - Message) dapat digunakan dalam dalam resolusi konflik. Pernyataan “Saya” berfokus pada perasaan penyampai pesan daripada pikiran atau karakteristik lawan bicara atau penerima pesan. Bapak Eling dapat mengatakan Saya merasa khawatir dengan masukan Ibu untuk merevisi proposal ini karena waktu pelaksanaan acara sudah sangat dekat.”

Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

Pernahkah Anda menyesali keputusan yang Anda buat? Pernahkah keputusan yang Anda buat, alih-alih memberikan solusi malah menimbulkan masalah baru, atau merugikan orang lain, lingkungan, dan bahkan diri Anda sendiri? Saat Anda mengalami hal tersebut, Apa yang Anda rasakan? Apa yang Anda lakukan? Menurut Anda, mengapa seseorang mengambil keputusan yang kemudian disesalinya?

Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial (https://casel.org/core-competencies/).

Kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab tidak datang secara alami. Kemampuan ini perlu dengan sengaja ditumbuhkan. Seorang pengambil keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek, alternatif pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan. Untuk dapat melakukan hal tersebut seseorang perlu belajar bagaimana:

1.      mengevaluasi situasi

2.      menganalisis alternatif pilihan mereka, dan

3.      mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka sendiri dan orang lain.

Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.

 

Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu hasil belajar yang optimal karena pembelajaran ini sudah dirancang dengan melakukan pemetaan kebutuhan murid terlebih dahulu sehingga fasilitas pembelajaran apa yang murid butuhkan akan terpenuhi. Pembelajaran dirancang dengan strategi diferensiasi konten, proses dan produk yang dibuat berdasarkan hasil pemetaan murid berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid. Sesuai dengan tujuan pembelajaran berdiferensiasi oleh karena itu sebagai bentuk mewadai kebutuhan belajar murid makan pembelajaran social emosional dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sebagai salah satu usaha mengembalikan kesadaran awal untuk mengembalikan kepada tujuan pembelajaran.

Pembelajaran diferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu murid ketika :

·         Rancangan pembelajaran diferensiasi yang dibuat oleh guru cukup kuat untuk melibatkan dan menantang murid dalam belajar di kelas, sehingga murid-murid akan menjadi murid yang proaktif ketika diterapkan PSE murid akan lebih nyaman dengan memiliki keterampilan sikap.

·         Tugas-tugas yang diberikan pada perencanaan diferensiasi bersifat kualitatif bukan kuantitatif, artinya kita tidak memberikan tugas dalam jumlah yang berbeda ketika ada murid yang memiliki kesiapan belajar yang berbeda-beda melainkan sifat dari tugas itu yang berbeda

·         Penilaian tidak lagi fokus pada penilaian akhir (asesmen sumatif) tetapi mulai dari asesmen diagnostik, asesmen formatif, dan asesmen sumatif ketiganya terlaksana dengan baik, bahkan lebih baik lagi jika porsi asesmen formatif lebih besar, sebab asesmen formatif ini lebih menekankan pada proses, dan proses jauh lebih penting dibandingkan nilai akhir karena di proses itu terdapat penilaian terhadap kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid

·         Dalam pembelajaran diferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terjadap konten, proses, dan produk. Dengan menggunakan pendekatan terhadap konten, proses dan produk itu akan mendorong pertumbuhan murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan, serta untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran di kelas.

·         Pembelajaran diferensiasi dirancang berpusat kepada murid dengan memenuhi kebutuhan dasarnya baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.

·         Pembelajaran diferensiasi dirancang dengan memadukan pembelajaran dari seluruh kelas, kelompok atau individual.

·         Guru berkolaborasi dengan murid secara kontinu sehingga mengubah peluang belajar menjadi lebih efektif.

Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social emosional maka kita sudah menerapkan budaya positif dengan selalu saling menghargai, tidak mudah emosi sehingga tujuan Pendidikan dapat terlaksana. Dalam penerapan budaya positif kita membuat keyakinan kelas prosesnya merupakan salah satu cara untuk memetakan kebutuhan murid. Mereka diberikan ruang dan wadah untuk menyampaikan kebutuhan belajarnya. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi merupakan cara yang efektif sebagai wujud merdeka belajar dimana murid diberikan ruang untuk mengembangkan minat, bakat dan potensi yang mereka miliki dengan disediakan wadah untuk mengembangkan potensi tersebut.

Posisi Kontrol Guru adalah menurut Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.

Kebutuhan dasar manusia adalah Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power).

Keyakinan Kelas adalah Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

Segitiga Restitusi adalah Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang

Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi proaktif, maka kita harus meyakinkan si anak

Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk,  pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat dibawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

Ketika kita menerapkan segitiga restitusi dalam mencari solusi permaslahan maka kita sedang menerapkan pembelajaran social emosional. PSE tidak hanya diterapkan dalam pembelajaran di kelas namun dapat diterapkan dimana saja. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan emosi yang kita rasakan untuk mengembalikan semuanya kepada tujuan awal. Penerapan budaya positif ini dapat dilaksanakan dengan salah satu wujudnya adalah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social emosional.



0 komentar:

Posting Komentar

 
;