Koneksi
Antar Materi – Pembelajaran Sosial Emosional
Penerapan Pembelajaran Sosial Emosional dan Berdiferensiasi
untuk Membentuk Budaya Positif
Oleh :
Popy Susilawati
SMA Negeri 2 Amlapura
Pembelajaran Sosial Emosional
(PSE) Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah
pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Pembelajaran
ini dapat diterapkan bersama dengan pembelajaran berdiferensiasi sebagai salah
satu penerapan budaya positif di sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan
anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran
sosial dan emosional bertujuan: memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan
untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif
(pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
(kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif
(keterampilan membangun relasi), membuat keputusan yang bertanggung jawab. Implementasi Pembelajaran Sosial dan
Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4
cara: Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit, Mengintegrasikan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya
interaksi dengan murid, Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap
murid, Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan
lingkungan. Setelah mempelajari
Pembelajaran Sosial Emosional, saya jadi mengetahui bahwa proses pembelajaran murid
tidak hanya bergantung pada aspek intelegensi atau kemampuan pada aspek
kognitif, tapi juga dipengaruhi oleh aspek perkembangan emosi dan sosial, dimana
Pembelajaran Sosial Emosional adalah proses mengembangkan ketrampilan, sikap,
nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial, emosional
sebagai modal murid dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan
lingkungan sekitar. Pembelajaran Sosial Emosional merupakan awal dan dasar
penanaman pendidikan karakter kepada murid. Saya sebagai pendidik merasa harus
memiliki kompetensi sosial dan emosional dalam pembelajaran dengan menciptakan
lingkungan yang kondusif dan menyenangkan untuk membentuk murid yang memahami
diri sendiri dan juga orang lain
Mindfulness memberikan
pengetahuan untuk melatih kesadaran penuh secara terus
menerus dan berkesinambungan. Mencari solusi dari setiap permasalahan yang kita
hadapi salah satu Latihan membangun kesadaran penuh, Membaca, solat dan berlari
beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untukmembangun kesadaran penuh. fakta lainnya adalah Latihan
kesadaran penuh (mindfulness) adalah otak manusia adalah otak yang kompleks.
Konsep neuroplastisitas adalah bidang ilmu yang baru dan menarik. Konsep
tersebut menyoroti bahwa, otak kita terus menerus dibentuk kembali sepanjang
hidup kita oleh pengalaman maupun pikiran kita. Dengan demikian, fokus dari
kesadaran kita yang menentukan jaringan otak mana yang diperkuat dan mana yang
melemah atau hilang Ketika kita merasa khawatir, terganggu atau terjebak pada
pencapaian tujuan, fungsi otak kita lebih didominasi oleh bagian otak lama,
yang memiliki bagian bernama Amigdala. Amigdala berkaitan dengan respons
menghadapi atau lari yang sifatnya kuat mengaktifkan kapan kita merasa stres
atau cemas kemudian melepaskan hormon dan bahan kimia seperti kortisol dan
adrenalin. Itu sebabnya stres memiliki dampak besar pada kita. Kesadaran penuh
(Mindfulness) adalah teknik yang dapat membantu kita mengelola proses ini
secara lebih efektif dengan membangun keterampilan konsentrasi, perhatian dan
kapasitas untuk mengarahkan kesadaran kita dengan cara tertentu. Dengan begitu
dapat berarti bahwa, kecil kemungkinan untuk kita dapat dengan mudah mengalami
emosi yang kuat yang dikendalikan oleh amigdala. Kesadaran penuh (mindfulness)
memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran diri sebagai kompetensi
pembelajaran sosial dan emosional. Kembali kepada pengenalan emosi, terdapat
enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi tersebut yaitu takut, jijik,
marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini dapat muncul akibat reaksi
fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Latihan kesadaran penuh dapat
bermaanfaat untuk menjalankan peran dan
tanggung jawab dengan Bahagia dan optimal dan untuk menumbuhkan perasaan yang
lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada
keputusan yang lebih responsif dan reflektif.
Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being
dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being
(kesejahteraan hidup) adalah sebuah
kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan
orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat
memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan
baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta
berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Menurut
Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum
memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang
lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan
(daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku
sosial yang lebih bertanggung jawab.
5 Kompetensi sosial emosional
1.
Pengelolaan Emosi dan Fokus
2.
Empati
3.
Kemampuan kerja sama dan resolusi
konflik
4.
Pengambilan Keputusan yang
Bertanggung Jawab
5. Pengenalan Emosi
Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi
Ketika kita berada dalam kondisi
yang menekan, entah karena tuntutan yang terlalu besar
atau terlalu banyak,
tidak jarang kita merasa stress.
Stres dalam istilah
psikologi menurut Laura
King, dalam bukunya “The Science of
Psychology”, adalah respons individu terhadap kejadian
atau keadaan yang mengancam.
Untuk mencapai pemahaman kesadaran
diri dan mampu mengenali emosinya,dapat mempraktikkan kesadaran penuh
(mindfulness). Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang
dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran
penuh. STOP yang merupakan akronim
dari:
Stop/ Berhenti. Hentikan
apapun yang sedang dilakukan.
Take
a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung.
Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang
hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk,
napas keluar.
Observe/ Amati.
Amati apa yang Anda rasakan
pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes
saat Anda membuang
napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.
Proceed/ Lanjutkan.
Latihan selesai. Silahkan
lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang,
pikiran yang lebih jernih,
dan sikap yang lebih positif.
Pengelolaan Diri – Mengelola
Emosi dan Fokus
untuk Mencapai Tujuan
Menurut
www.psychologytoday.com, melakukan
beberapa tugas bersamaan (multitasking) dapat meningkatkan stress dan mengurangi efisiensi serta produktivitas. Mengerjakan beberapa tugas secara bersamaan
membuat pikiran kita beralih dari satu fokus
ke fokus yang lain. Tubuh menjadi lelah dan hasil pekerjaan kita cenderung tidak optimal. Dengan banyaknya
tugas dan gangguan yang ada di sekeliling kita, kemampuan mengelola fokus menjadi
kemampuan yang sangat penting
Kesadaran Sosial
- Keterampilan Berempati
kompetensi kesadaran sosial (social awareness) kita diharapkan membangun
kemampuan untuk menempatkan diri dan melihat
perspektif orang lain. Secara spesifik kita akan membahas
mengenai keterampilan berempati. Empati merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami serta ikut merasakan
perasaan-emosi orang lain sehingga
dapat melihat perspektif sudut pandang orang lain. Baru setelah kita mampu melihat dari kaca mata orang lain, kita
dapat menghargai dan memahami konteksnya. Apa
saja yang mendasari
perilaku, sikap dan cara berpikir
orang tersebut. Bob dan Megan Tschannen-Moran
(2010) menggambarkan empati sebagai sikap menghormati, tidak salah memahami
dan mengapresiasi pengalaman orang lain.
Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai bentuk kerja sama dengan berbagai pihak, baik murid, guru, rekan
kerja, orang tua, dan komunitas masyarakat lainnya. Dalam kerja sama untuk mencapai
tujuan bersama, sewajarnya kita akan menghadapi perbedaan pendapat dan konflik.
Kemampuan kita untuk bekerja sama dan menyelesaikan konflik dengan konstruktif akan membantu
kita membangun hubungan yang positif dengan orang
lain. Hubungan yang positif tidak hanya dapat membangun rasa percaya (trust), tetapi diyakini dapat memitigasi stres, melawan penyakit, dan memperpanjang
umur seseorang.
Sebelumnya
kita sudah membahas kemampuan berempati. Dengan kemampuan berempati, kita dapat membangun hubungan yang lebih melibatkan (engaged) dengan menerima dan memahami
orang lain. Empati membantu untuk belajar merespon orang lain dengan
cara yang lebih informatif dan penuh
afeksi ke orang lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Selanjutnya, bagaimana kita dapat membangun kerja sama dan mengelola konflik
yang terjadi? Berikut adalah beberapa
keterampilan yang perlu dikembangkan untuk dapat membangun kerja sama:
(https://casel.org/sel-framework/):
1.
Keterampilan menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif
2.
Keterampilan menyatakan sikap setuju dan tidak setuju
dengan sikap saling menghargai
3.
Keterampilan mengelola
tugas dan peran dalam kelompok
●
Bagaimana mengelola
peran yang berbeda-beda? Misalnya, siapa yang akan mencatat? Siapa yang akan memastikan kita dapat tetap
fokus pada tugas
dan tujuan? Siapa yang akan menjaga waktu? Siapa yang akan memastikan kelanjutan diskusi dan dialog?
●
Bagaimana mengelola
perbedaan atau konflik? Misalnya, jika satu orang melakukan lebih dari bagian pekerjaan mereka? Bagaimana
Anda akan memberi respons ketika ada yang sepertinya
tidak berkontribusi?
●
Bagaimana menentukan indikator keberhasilan pencapaian tujuan bersama?
Bagaimana bila muncul konflik
dalam kerja sama? Mari kita kembali pada situasi yang dihadapi Bapak Eling. Masih ingat dengan kejadian
yang dialami oleh Bapak Eling? Bapak Eling
tidak dapat menerima bahwa Kepala
Sekolah memintanya melakukan koreksi dan koordinasi ulang dengan tim acara. Bapak Eling tidak mengungkapkan perasaan
dan pikirannya tentang
permintaan tersebut kepada Kepala
Sekolah dan meminta wakil ketua panitia yang melakukan revisi proposal.
Gordon (dalam “Parent
Effectiveness Training”, 1960) mengemukakan gaya
komunikasi menggunakan Pernyataan “Saya” (I - Message) dapat digunakan dalam dalam resolusi
konflik. Pernyataan “Saya” berfokus pada perasaan penyampai
pesan daripada pikiran
atau karakteristik lawan bicara atau penerima pesan. Bapak Eling dapat mengatakan “Saya merasa khawatir
dengan masukan Ibu untuk merevisi
proposal ini karena
waktu pelaksanaan acara
sudah sangat dekat.”
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Pernahkah Anda menyesali keputusan
yang Anda buat? Pernahkah keputusan yang Anda
buat, alih-alih memberikan solusi malah menimbulkan masalah baru, atau
merugikan orang lain, lingkungan, dan
bahkan diri Anda sendiri? Saat Anda mengalami hal tersebut, Apa yang Anda rasakan? Apa yang Anda lakukan?
Menurut Anda, mengapa seseorang mengambil keputusan yang kemudian disesalinya?
Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan
seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait
dengan perilaku pribadi
serta interaksi sosial
mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan,
serta norma sosial (https://casel.org/core-competencies/).
Kemampuan pengambilan keputusan
yang bertanggung jawab tidak datang secara alami. Kemampuan ini perlu dengan sengaja ditumbuhkan. Seorang
pengambil keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek, alternatif pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan. Untuk dapat melakukan
hal tersebut seseorang perlu belajar bagaimana:
1.
mengevaluasi situasi
2.
menganalisis alternatif pilihan mereka, dan
3. mempertimbangkan
konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka sendiri
dan orang lain.
Salah satu strategi sederhana
yang dapat digunakan
untuk menumbuhkan kemampuan
mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan
kerangka yang disebut POOCH -
Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan),
Outcomes (Hasil atau konsekuensi),
Choices (Keputusan yang diambil). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang
memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.
Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan
belajar murid dan membantu hasil belajar yang optimal karena pembelajaran ini
sudah dirancang dengan melakukan pemetaan kebutuhan murid terlebih dahulu
sehingga fasilitas pembelajaran apa yang murid butuhkan akan terpenuhi.
Pembelajaran dirancang dengan strategi diferensiasi konten, proses dan produk
yang dibuat berdasarkan hasil pemetaan murid berdasarkan kesiapan belajar,
minat dan profil belajar murid. Sesuai dengan tujuan pembelajaran
berdiferensiasi oleh karena itu sebagai bentuk mewadai kebutuhan belajar murid
makan pembelajaran social emosional dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
sebagai salah satu usaha mengembalikan kesadaran awal untuk mengembalikan
kepada tujuan pembelajaran.
Pembelajaran diferensiasi dapat memenuhi kebutuhan
belajar murid dan membantu murid ketika :
·
Rancangan pembelajaran
diferensiasi yang dibuat oleh guru cukup kuat untuk melibatkan dan menantang
murid dalam belajar di kelas, sehingga murid-murid akan menjadi murid yang
proaktif ketika diterapkan PSE murid akan lebih nyaman dengan memiliki
keterampilan sikap.
·
Tugas-tugas yang
diberikan pada perencanaan diferensiasi bersifat kualitatif bukan kuantitatif,
artinya kita tidak memberikan tugas dalam jumlah yang berbeda ketika ada murid
yang memiliki kesiapan belajar yang berbeda-beda melainkan sifat dari tugas itu
yang berbeda
·
Penilaian tidak lagi
fokus pada penilaian akhir (asesmen sumatif) tetapi mulai dari asesmen
diagnostik, asesmen formatif, dan asesmen sumatif ketiganya terlaksana dengan
baik, bahkan lebih baik lagi jika porsi asesmen formatif lebih besar, sebab
asesmen formatif ini lebih menekankan pada proses, dan proses jauh lebih
penting dibandingkan nilai akhir karena di proses itu terdapat penilaian
terhadap kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid
·
Dalam pembelajaran
diferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terjadap konten, proses, dan
produk. Dengan menggunakan pendekatan terhadap konten, proses dan produk itu
akan mendorong pertumbuhan murid dalam usaha mereka mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan, serta untuk memajukan atau meningkatkan proses
pembelajaran di kelas.
·
Pembelajaran diferensiasi
dirancang berpusat kepada murid dengan memenuhi kebutuhan dasarnya baik itu
pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.
·
Pembelajaran diferensiasi
dirancang dengan memadukan pembelajaran dari seluruh kelas, kelompok atau
individual.
·
Guru berkolaborasi dengan
murid secara kontinu sehingga mengubah peluang belajar menjadi lebih efektif.
Dengan
menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social emosional maka
kita sudah menerapkan budaya positif dengan selalu saling menghargai, tidak
mudah emosi sehingga tujuan Pendidikan dapat terlaksana. Dalam penerapan budaya
positif kita membuat keyakinan kelas prosesnya merupakan salah satu cara untuk
memetakan kebutuhan murid. Mereka diberikan ruang dan wadah untuk menyampaikan
kebutuhan belajarnya. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi merupakan cara
yang efektif sebagai wujud merdeka belajar dimana murid diberikan ruang untuk
mengembangkan minat, bakat dan potensi yang mereka miliki dengan disediakan
wadah untuk mengembangkan potensi tersebut.
Posisi Kontrol Guru adalah menurut Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru,
orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol
tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor
(Pemantau) dan Manajer.
Kebutuhan dasar manusia adalah Ketika kita mendapatkan apa yang
kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari
satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),
cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan
(fun), dan kekuasaan (power).
Keyakinan Kelas
adalah Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu
‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang
disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara,
bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih
memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang
akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada
hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka
perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya
mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau
begitu.
Segitiga
Restitusi adalah Melalui restitusi, ketika murid
berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk
membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk
memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi
menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah.
Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi
menang-menang
Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari
orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak
yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia
mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita
mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita
ingin ia menjadi proaktif, maka kita harus meyakinkan si anak
Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi
kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah
tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua
tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu.
Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari
teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari
setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus
merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi
kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat dibawah ini mungkin terdengar asing
buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi
kebutuhan mereka.
Menanyakan Keyakinan/Seek the
Belief. Teori kontrol menyatakan bahwa
kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah
tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2),
maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan
berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
Ketika kita menerapkan
segitiga restitusi dalam mencari solusi permaslahan maka kita sedang menerapkan
pembelajaran social emosional. PSE tidak hanya diterapkan dalam pembelajaran di
kelas namun dapat diterapkan dimana saja. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan
emosi yang kita rasakan untuk mengembalikan semuanya kepada tujuan awal. Penerapan
budaya positif ini dapat dilaksanakan dengan salah satu wujudnya adalah
menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran social emosional.